INTELEGENSI
A.
Pengertian Intelegensi
Intelegensi berasal dari kata latin
“intelligece” yang berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan
satu dengan yang lain. (to organize, to relate, to bind together).
(Prof. Dr. Bimo Wagito, 2004). Jadi intelegensi adalah kemampuan yang dibawa
sejak lahir, yang memungkinkan seorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
(Abdul Rahman Shaleh, 2009). Istilah intelegensi kadang-kadang atau justru
sering memberikan pengertian yang salah, yang memandang intelegensi sebagai
kemampuan yang mengandung kemampuan tunggal. Padahal menurut para ahli
intelegensi mengandung bermacam-macam kemampuan. Namun demikian intelegensi itu
sendiri memberikan berbagai macam arti bagi para ahli.
Pengertian intelegensi menurut para ahli :
1.
Menurut William Stern, intelegensi
adalah kesanggupa untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan
menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya
2.
Lewis Madison Terman, intelegensi
sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak
B.
Macam-macam Intelegensi
1.
Intelegensi praktis (practical
intellegence)
Adalah nama lain untuk intelegensi
motor – indera yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan motor –
indera (usia 0 – 2 tahun) dan merupakan dasar dari semua intelegensi yang
berkembang kemudian.
2.
Intelegensi pra operasional (preoperational
intellegence)
Anak memasuki periode perkembangan
praoperasi (usia 2 – 7 tahun). Ciri dari anak pada masa periode ini adalah :
a. Cara
berpikir anak bersifat egosentris (egocentric) yaitu berupa pandangan
sempit dan mengacu pada diri sendiri serta
tidak mampu melihat masalah dari sudut pandang orang lain.
b. Cara
berpikir kompleksif (compexive thinking) Yaitu berpikir tidak dengan jalan menyatukan beberapa pemikiran ke dalam
satu konsep yang berarti akan tetapi justru meloncat dari satu gagasan ke
gagasan yang lain.
c. Kecenderungan
yang kuat dalam diri anak untuk menempatkan sifat-sifat manusia pada benda mati
d. Ketidakmampuan
anak untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut pengarahan dan koordinasi
pikiran, yang mana anak memerlukan petunjuk luar (external cues) yang
langsung dapat membimbing dan memantapkan perilakunya untuk dapat melaksanakan
tugas tertentu.
3. Intelegensi
operasional (operational intellegence)
Di sekitar usia 5 – 7 tahun anak mulai memahami apa
yang disebut sebagai operasi nyata (concrete operation). Pada tahap ini
apa yang dihadapi anak terbatas pada karakteristik-karakteristik nyata yang
terjadi dalam situasi-situasi nyata.
4.
Intelegensi operasional formal (formal operational intellegence)
Perkembangan intelegensi ini diawal
pada masa awal remaja. Dalam penyelesaian masalah anak mampu menyisihkan
berbagai penyebab kejadian. Di tahap ini anak mulai mampu menyelesaikan
masalah. Hal itu merupakan suatu kemampuan yang sangat penting dalam
mempelajari berbagai informasi yang harus diterimanya dari lingkungan.
C.
Teori-Teori Intelegensi
1.
Teori “uni-faktor”
Pada tahun 1911, Welhelm Stern memperkenalkan suatu
teori tentang intelegensi yang disebut “uni-factors theory”. Menurut teori ini
intelegensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara keja
intelegensi juga bersifat umum. Kapasitas umum yang ditimbulkan lazim
dikemukakan dengan kode G (General Capacity).
2.
Teori “two-factors”
Pada tahun 1904 sebelum Stern, seorang ahli matematika
bernama Charles Spearman mengajukan teori ini, yang dikenal dengan sebutan “two
kinds of factors theory”. Spearman mengembangkan teori intelegensi
berdasarkan suatu faktor mental umum yang diberi kode “G” serta faktor-faktor
spesifik yang diberi tanda “S” untuk menentukan tindakan-tindakan mental untuk
mengatasi permasalahan. Faktor G lebih tergantung kepada dasar, sedangkan
faktor S itu dipengaruhi oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).
3.
Teori “multi-factors”
Teori ini dikembangkan oleh E.L Thorndike. Menurutnya
teori ini tidak berhubungan dengan konsep faktor “G” yang mana bahwa
intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan
respon hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu.
Intelegensi menurut teori ini jumlah koneksi aktual dan potensial di dalam
sistem syaraf. Misal ketika seorang individu menghapus sajak itu berarti bahwa
ia dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem
syaraf akibat belajar atau latihan.
5.
Teori “sampling”
Godfrey H. Thomson pada tahun 1916 menyempurnakan
teori ini dari berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang
pengalaman itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya.
Masing-masing bidang hanya dikuasai sebagian-sebagian saja. Ini mencerminkan
kemampuan mental manusia. (Abdul Rahman Saleh, 2009)
Teori intelegensi menurut para ahli :
1.
Alfred Binet (1857 – 1911)
Salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa
intelegensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau
faktor umum (G). Menurut Binet, intelegensi merupakan sisi tunggal dari
karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang.
Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup intelegen / tidak, dapat diamati
dengan cara dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu.
Inilah yang dimaksudkan dengan komponen arah, adaptasi dan kritik dalam
definisi intelegensi.
2.
Jean Piaget
Teori ini ditekankan pada aspek perkembangan kognitif,
tidak merupakan teori yang mengenai struktur intelegensi semata-mata. Piaget
mendefinisikan intelegensi secara kuantitatif sebagaimana umumnya dicerminkan
oleh banyaknya jawaban yang benar pada suatu tes akan tetapi ia menyimpulkan
dalam prinsip teorinya bahwa daya pikir / kekuatan mental anak yang berbeda
usia akan berbeda pula secara kualitatif. (Ginsburg dan Opper, 1969; Lazerson,
1975). Oleh karena itu, masalah utama dan membahas intelegensi adalah masalah
cara mengungkapkan berbagai metode berpikir yang digunakan oleh anak-anak dari
berbagai tingkatan usia. (Balqiz Ekatri Azalea, 1996)
D.
Ciri-ciri Perbuatan Intelegensi
Suatu perbuatan dapat dianggap intelegen bila memenuhi
beberapa syarat antara lain :
1. Masalah yang
dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan
Misal : mengapa api jika ditutup
dengan sehelai karung bisa padam? Ditanyakan kepada anak yang baru bersekolah
menjawab dengan betul maka jawaban itu intelegen, tetapi jika pertanyaan itu
dijawab oleh anak yang baru saja mendapat pelajaran ilmu alam tentang api, hak
itu tidak dapat dikatakan intelegen.
2. Perbuatan
intelegen, sifatnya serasi tujuan dan ekonomis
Untuk mencapai tujuan yang hendak
diselesaikannya, dicarinya jalan yang dapat menghemat waktu maupun tenaga.
Misal : saudara kehilangan pulpen di
suatu lapangan, bagaimana mencarinya?
3. Masalah yang
dihadapi, harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan
Misal : ada suatu masalah, bagi
orang dewasa mudah untuk memecahkannya, hampir tiada berpikir, sedang bagi
anak-anak harus dijawab dengan otak, tetapi telat, jawaban anak itu intelegen.
4. Keterangan
pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat
Misal : apa yang harus anda perbuat
jika anda lapar? Kalau jawabnya : saya harus mencuri makanan. Tentu saja
jawaban itu tidak intelegen.
5. Dalam
berbuat intelegen seringkali menggunakan daya mengabstraksi
Misal : apakah persamaan antara
jendela dan daun? Jawaban yang benar memerlukan daya mengabstraksi.
6. Perbuatan
intelegen bercirikan kecepatan
Proses pemecahannya relatif cepat,
sesuai dengan masalah yang dihadapi.
7. Membutuhkan
pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya
pemecahan masalah yang sedang dihadapi
Apa yang
akan saudara perbuat jika sekonyong-konyong saudara melihat orang yang
tertabrak mobil dan pertolongan saudara sangat diperlukan?
(Drs. Ngalim Purwanto, MP. 1999)
E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi intelegensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang
dengan yang lain, yaitu :
1. Pembawaan :
pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.
2. Kematangan :
tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah
menacpai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan
berhubungan erat dengan umur.
3. Pembentukan
: pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi.
4. Minat dan
pembawaan yang khas : minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa yang menarik minat seseorang
mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
5. Kebebasan :
kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode tertentu dalam
memecahkan masalah-masalah. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu
tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan intelegensi. (Drs. Ngalim
Purwanto, MP., 1999)
G.
Pendekatan-Pendekatan Intelegensi
Dalam memahami intelegensi, Maloney
dan Ward (1976, dalam Groth – Marnat, 1984) mengemukakan empat pendekatan umum.
Di antaranya :
1. Pendekatan
teori belajar
Inti pendekatan teori belajar
terletak pada pemahaman mengenai hukum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan
oleh individu untuk memperoleh bentuk-bentuk perilaku baru. Dalam pendekatan
ini para ahli lebih memusatkan perhatian pada perilaku yang tampak dan bukan
pada pengertian mengenai konsep mental dari intelegensi itu sendiri.
Dalam pendekatan ini perlu ditekankan bahwa hampir
semua ahli teori belajar, intelegensi bukanlah sifat kepribadian (trais) akan
tetapi merupakan kualitas hasil belajar yang telah terjadi. Lingkungan belajar
sendiri menentukan kualitas dan keluasan cadangan perilaku seseorang dan
karenanya dianggap menentukan relativitas intelegensi individu.
2. Pendekatan
Neuro biologis
Beranggapan bahwa intelegensi
memiliki dasar anatomis dan biologis perilaku intelegen. Menurut pendekatan
ini, dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-anatomis dan proses
neuro-fisiologisnya. Oleh karena itu, dalam berbagai riset, selalu dipentingkan
untuk melihat korelasi-korelasi intelegensi pada aspek-aspek anatomi,
elektrokimia atau fisiologi.
3. Pendekatan
psikometris
Ciri utama dalam pendekatan ini
adalah adanya anggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak (construct)
atau sifat (trait) psikologis yang berbeda-beda keduanya bagi setiap
orang.
Dalam pendekatan psikometris sendiri terdapat studi
yaitu :
a.
Bersifat praktis dan lebih
menekankan pada pemecahan masalah (problem solving)
b.
Lebih menekankan pada konsep dan
penyusunan materi
Pendekatan
psikometri inilah yang melahirkan berbagai skala-skala pengukuran intelegensi
yang menjadi awal skala intelegensi yang banyak dikenal sekarang.
4. Pendekatan
teori perkembangan
Dalam
pendekatan ini intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangan intelegensi
secara kualitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan biologis
individu. Sebagai contoh, Jean Piaget (Girsburg & Opper, 1989 dan Hergenhahn,
1982) mengawali konsepsi mengenai tes intelegensi. Tampak oleh Piaget bahwa
terdapat pola respon tertentu yang ada kaitannya dengan tingkatan usia tertentu
pula. Studi selanjutnya meyakinkannya bahwa memang terdapat perbedaan
kualitatif dalam cara berpikir anak pada masing-masing kelompok usia. (Drs.
Saifuddin Azwar, MA., 1996)
DAFTAR
PUSTAKA
Azwar
Saifuddin. 1996. Pengantar Psikologi; Intelegensi, Pustaka Pelajar
Offset.
Purwanto,
Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset.
Sholeh,
Abdul Rahman. 2009. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta
: Kencana.
Suryabrata,
Sumadi. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Walgito,
Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar