KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh Ibu selaku dosen mata kuliah Psikometri.
Makalah
ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen yang
bersangkutan dan juga semoga makalah bermanfaat bagi kami dan juga bagi para pembacanya
Saya
menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak luput dari kesempurnaan sehingga kami mengharap kritik dan saran demi terbangunnya makalah kami di kemudian kelak.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh…
Banda Aceh, 27
Desember 2014
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.................................................................................................................. 1
Daftar
Isi............................................................................................................................ 2
Bab
I Pendahuluan
Latar
Belakang.................................................................................................................. 3
Bab
II Pembahasan
A. Pengertian Validitas.................................................................................................... 4
B. Pengertian Uji Validitas............................................................................................... 5
C. Tujuan Uji Validitas..................................................................................................... 5
D. Cara menentukan Validitas………………………………………………………..... 5
A. Pengertian Validitas.................................................................................................... 4
B. Pengertian Uji Validitas............................................................................................... 5
C. Tujuan Uji Validitas..................................................................................................... 5
D. Cara menentukan Validitas………………………………………………………..... 5
E. Konsep Pengukuran
Validitas..................................................................................... 6
F. Macam - Macam Validitas........................................................................................... 7
G. Koefisien Validitas Skor Murni.................................................................................. 13
BAB
III Penutup
Kesimpulan.......................................................................................................................... 15
Kesimpulan.......................................................................................................................... 15
Saran ................................................................................................................................... 15
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Persoalan alat ukur yang digunakan
evaluator ketika melakukan kegiatan evaluasi sering dihadapkan pada persoalan
akurasi, konsisten dan stabilitas sehingga hasil pengukuran yang diperoleh bisa
mengukur dengan akurat sesuatu yang sedang diukur. Instrumen ini memang harus
memiliki akurasi ketika digunakan. Konsisten dan stabil dalam arti tidak
mengalami perubahan dari waktu pengukuran satu ke pengukuran yang lain.
Data yang kurang memiliki validitas, akan
menghasilkan kesimpulan yang bias, kurang sesuai dengan yang seharusnya, dan
bahkan bisa saja bertentangan dengan kelaziman. Untuk membuat alat ukur
instrumen itu, diperlukan kajian teori, pendapat para ahli serta
pengalaman-pengalaman yang kadangkala diperlukan bila definisi operasional
variabelnya tidak kita temukan dalam teori. Alat ukur atau instrumen yang akan
disusun itu tentu saja harus memiliki validitas, agar data yang diperoleh dari
alat ukur itu bisa reliabel, valid dan disebut dengan validitas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan
tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
(SaifuddinAzwar, 2010)
Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti
prinsif keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat
pengukuran atau pengamatan.
Suatu skala atau instrumen pengukur
dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan
maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas
rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat
ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran
yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur
variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan
sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan
mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A' atau
bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk
mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A' atau B. (Azwar 1986).
Sisi lain dari pengertian validitas
adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya
mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran
yang cermat mengenai data
tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu
dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara
subjek yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran
aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita
harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya valid,
yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan
tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan
berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur
berat badan.
Demikian pula kita ingin mengetahui
waktu tempuh yang diperlukan dalam perjalanan dari satu kota ke kota lainnya,
maka sebuah jam tangan biasa adalah cukup cermat dan karenanya akan menghasikan
pengukuran waktu yang valid. Akan tetapi, jam tangan yang sama tentu tidak
dapat memberikan hasil ukur yang valid mengenai waktu yang diperlukan seorang
atlit pelari cepat dalam menempuh jarak 100 meter dikarenakan dalam hal itu
diperlukan alat ukur yang dapat memberikan perbedaan satuan waktu terkecil
sampai kepada pecahan detik yaitu stopwatch.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan
untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil
ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur
yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang
dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang
mendekati keadaan sebenarnya (Azwar 1986).
Pengertian validitas juga sangat erat
berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang
berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya
merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian,
anggapan valid seperti dinyatakan dalam "alat ukur ini valid" adalah
kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang
menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi
kelompok subjek yang mana?
B.
Pengertian Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2006) Uji
validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content)
dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang
digunakan dalam suatu penelitian
C.
Tujuan uji validitas
Mengetahui
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan
fungsi ukurnya. Agar data yang
diperoleh bisa relevan/sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran tersebut.
D. Cara menentukan vadilitas
Untuk menguji validitas setiap butir soal maka
skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor totalnya.
Skor tiap butir soal dinyatakan skor X dan skor total dinyatakan sebagai skor
Y, dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir soal, dapat diketahui
butir-butir soal manakah yang memenuhi syarat dilihat dari indeks validitasnya
(Arikunto, 1999: 78)
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus
korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:
Dengan
rxy merupakan koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, N merupakan
jumlah siswa uji coba, X adalah skor-skor tiap butir soal untuk setiap
individu atau siswa uji coba, dan Y adalah skor total tiap siswa uji
coba. Untuk menginterpretasikan tingkat validitas, maka koefisien kolerasi
dikategorikan pada kriteria sebagai berikut:
Setelah harga koefisien validitas tiap butir soal
diperoleh, perlu dilakukan uji signifikansi untuk mengukur keberartian
koefisien korelasi berdasarkan distribusi kurva normal dengan menggunakan statistik
uji-t dengan persamaan:
dengan: t merupakan nilai hitung koefisien
validitas, rxy adalah nilai koefisien korelasi tiap butir soal, dan N
adalah jumlah siswa uji coba.
Kemudian hasil diatas dibandingkan dengan nilai t
dari tabel pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (dk) = N–2. Jika
thitung > tabel maka koefisien validitas butir soal pada taraf
signifikansi yang dipakai.
E. Konsep Pengukuran Validitas
Pengukuran
validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam arti
kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang
dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.
Dalam hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal
tidaklah mudah untuk dapat dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan
sosial mengandung lebih banyak sumber kesalahan (error) daripada
pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah dapat yakin bahwa validitas
instrinsik telah terpenuhi dikarenakan kita tidak dapat membuktikannya secara
empiris dengan langsung.
Pengertian
validitas alat ukur tidaklah berlaku umum untuk semua tujuan ukur. Suatu alat
ukur menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan ukur tertentu saja.
Tidak ada alat ukur yang dapat menghasilkan ukuran yang valid bagi berbagai
tujuan ukur. Oleh karena itu, pernyataan seperti "alat ukur ini
valid" belumlah lengkap apabila tidak diikuti oleh keterangan yang
menunjukkan kepada tujuannya, yaitu valid untuk apa dan valid bagi siapa.
Itulah yang ditekankan oleh Cronbach (dalam Azwar 1986) bahwa dalam proses
validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat ukur
akan tetapi melakukan validasi terhadap interpretasi data yang diperoleh oleh
prosedur tertentu.
Dengan
demikian, walaupun kita terbiasa melekatkan predikat valid bagi suatu alat ukur
akan tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa sebenarnya validitas menyangkut
masalah hasil ukur bukan masalah alat ukurnya sendiri. Sebutan validitas alat
ukur hendaklah diartikan sebagi validitas hasil pengukuran yang diperoleh oleh
alat ukur tersebut.
F. Macam-macam validitas
a.
Validitas
isi (content validity)
Validitas isi merupakan validitas yang
diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat
Profesional Judgment. Pertanyaan yang
dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauh mana aitem – aitem tes
mewakili komponen – komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak
diukur ( aspek representasi ) dan sejauh mana aitem – aitem tes mencerminkan
ciri prilaku yang hendak diukur ( aspek relevansi ).
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi
lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical
validity (validitas logis).
1)
Face Validity (Validitas Muka)
Validitas
muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya
didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat
ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan
validitas muka telah terpenuhi.
Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur
yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau
instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya
pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya
memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat
ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan
validitasnya yang kuat.
2)
Logical Validity (Validitas
Logis)
Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity).
Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan
representasi dari aspek yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu
alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya
item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu
objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih
dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit.
b. Validitas Konstruk (Construct
validity)
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah
validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur
apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau
definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen
yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya
performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep diri,
lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain, maupun
yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk mengukur bakat (tes
bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional dan
lain-lain.
Menyimak proses telaah teoritis seperti telah dikemukakan,
maka proses validasi konstruk sebuah instrumen harus dilakukan melalui
penelaahan atau justifikasi pakar atau melalui penilaian sekelompok panel yang
terdiri dari orang-orang yang menguasai substansi atau konten dari variabel
yang hendak diukur.
Contoh
Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Uraian
Mata
Pelajaran
:……………………………………………………..
Kelas/Semester
:……………………………………………………..
Penelaah
:……………………………………………………..
Petunjuk
pengisian format penelaahan butir soal bentuk uraian:
Analisislah
setiap butir soal berdasarkan semua kriteria yang tertera di dalam format!
Berilah
tanda cek ( ) pada kolom “ya” bila soal yang ditelaah sudah sesuai dengan
kriteria
Berilah
tanda cek ( ) pada kolom “tidak” bila soal yang ditelaah tidak sesuai dengan
kriteria, kemudian tuliskan alasan pada ruang catatan atau pada teks soal dan
perbaikannya.j
No.
|
Aspek
yang Ditelaah
|
Nomor
Soal
|
||||||
1
|
2
|
3
|
…
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A
1
2
3
4
5
B
6
8
9
10
|
Materi
Soal sesuai dengan indikator
(menuntut tes tertulis untuk bentuk uraian)
Batasan pertanyaan dan jawaban
yang diharapkan sudah sesuai
Materi
yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevasi,
kontinyuitas,
keterpakaian sehari-hari tinggi)
Isi
materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas
Konstruksi
Menggunakan
kata tanya atau perintah yang menuntutjawaban uraian
Ada
petunjuk yang jelas tentang cara pengerjaan soal.
Ada
pedoman penskorannya
Tabel,
gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca
Bahasa
Rumusan
kalimat soal komunikatif
Butir
soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku
Tidak
menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah
pengertian
Tidak
menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
Rumusan
soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan siswa
|
Catatan:
Contoh
Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Pilihan Ganda
Mata
Pelajaran
:……………………………………………………..
Kelas/Semester
:……………………………………………………..
Penelaah
:……………………………………………………..
Petunjuk
pengisian format penelaahan butir soal bentuk pilihan ganda:
Analisislah
setiap butir soal berdasarkan semua kriteria yang tertera di dalam format!
Berilah
tanda cek ( ) pada kolom “ya” bila soal yang ditelaah sudah sesuai dengan criteria. Berilah tanda cek ( ) pada kolom
“tidak” bila soal yang ditelaah tidak sesuai dengan kriteria, kemudian tuliskan
alasan pada ruang catatan atau pada teks soal dan perbaikannya.
No.
|
Aspek
yang Ditelaah
|
Nomor
Soal
|
||||||
1
|
2
|
3
|
…
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A1
2
3
4
B
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
C
15
16
17
18
|
MateriSoal sesuai dengan indikator
(menuntut tes tertulis untuk bentuk pilihan ganda)
Materi yang ditanyakan sesuai
dengan kompetensi (urgensi, relevasi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari
tinggi)
Pilihan
jawaban homogen dan logis
Hanya
ada satu kunci jawaban
Konstruksi
Pokok
soal dirumuskan dengan singkat, jelas dan tegas
Rumusan
pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja
Pokok
soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban
Pokok
soal bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda
Pilihan
jawaban homogeny dan logis ditinjau dari segi materi
Gambar,
grafik, table, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi
Panjang
pilihan jawaban relatif sama
Pilihan
jawaban tidak menggunakan pernyataan “semua jawaban di atas
salah/benar” dan sejenisnya
Pilihan
jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya
angka atau kronologisnya
Butir
soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya
Bahasa
Menggunakan
bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
Menggunakan
bahasa yang komunikatif
Tidak
menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
Pilihan
jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali merupakan satu
kesatuan pengertian
|
Catatan:
c.
Validitas
empiris
Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang
berarti bahwa validitas ditentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal
maupun kriteria eksternal. Kriteria internal adalah tes atau instrumen itu
sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur
instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria.
Ukuran lain yang sudah dianggap baku atau dapat dipercaya dapat pula dijadikan
sebagai kriteria eksternal.
Validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria internal
disebut validitas internal, sedangkan validitas yang ditentukan berdasarkan
kriteria eksternal disebut validitas eksternal.
1) Validitas internal
Validitas internal merupakan validitas yang diukur dengan
besaran yang menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir)
sebagai kriteria untuk menentukan validitas item atau butir dari instrumen itu.
Dengan demikian validitas internal mempermasalahkan validitas butir atau item
suatu instrumen dengan menggunakan hasil ukur instrumen tersebut sebagai suatu
kesatuan dan sebagai kriteria, sehingga biasa disebut juga validitas butir.
Pengujian validitas butir instrumen atau soal tes dilakukan
dengan menghitung koefesien korelasi antara skor butir instrumen atau soal tes
dengan skor total instrumen atau tes. Butir atau soal yang dianggap valid
adalah butir instrumen atau soal tes yang skornya mempunyai koefesien korelasi
yang signifikan dengan skor total instrumen atau tes.
2) Validitas eksternal
Kriteria eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang
sudah baku atau instrumen yang dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain
yang sudah tersedia dan dapat dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau
varaibel yang hendak diukur. Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu
besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika. Jika kita menggunakan
hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria eksternal, maka besaran
validitas eksternal dari instrumen yang kita kembangkan didapat dengan jalan
mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil
ukur instrumen baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi
yang didapat, maka validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik.
Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas eksternal adalah nilai table r
(r-tabel).
Jika koefesien korelasi antara skor hasil ukur instrumen
yang dikembangkan dengan skor hasil ukurinstrumen baku lebih besar dari pada
r-tabel, maka instrumen yang dikembangkan dapat valid berdasarkan kriteria
eksternal yang dipilih (hasil ukur instrumen baku). Jadi keputusan uji
validitas dalam hal ini adalah mengenai valid atau tidaknya instrumen sebagai
suatu kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir instrumen seperti pada
validitas internal.
Ditinjau
dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat dibedakan atas
dua macam yaitu:
- Validitas prediktif apabila
kriteria eksternal yang digunakan adalah adalah ukuran atau penampilan
masa yang akan datang.
- Validitas kongkuren apabila
kriteria eksternal yang digunakan adalah ukuran atau penampilan saat ini
atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran.
G. Koefisien Validitas
Skor Murni
Dalam
proses validasi, korelasi skor tampak tes dan skor tampak kriteria akan lebih
rendah daripada korelasi skor murni tes dan skor murni kriteria. Perhatian
bahwa korelasi antara skor tampak tes dan skor tampak kriteria validitasnya,
dapat diniyatakan sebagai berikut:
åtxty
ρxy = ───────
Nσxσy
|
(åtxty ) (σtx ) (σty )
ρxy =──────────────────
Nσxσy σtx σty
|
Bentuk koefisien korelasi dan koefisien reliabilitas:
ρxy = ρtxty √ (ρxx' ρyy' )
Dikarenakan harga
koefisien reliabilitas ρxx' dan ρyy' dapat
dikatakan selalu < daripada 1,0 maka koefisien korelasi skor tampak ρxy akan selalu <
daripada korelasi skor murni ρtxty .
ρxy
ρtxty = ──────────
√
ρxx' √ρyy'
|
Keterangan:
ρxy = koefisien validitas skor tampak
ρxx' = koefisien reliabilitas tes
sebagai prediktor
ρyy'
= koefisien reliabilitas kriteria
Persamaan
terakhir ini dikenal sebagai formula koreksi terhadap efek atenuasi.
Efek atenuasi adalah rendahnya koefisien validitas skor tampak yang diakibatkan
eror pengukuran yang terjadi pada prediktor dan pada kriteria
validitasinya. Dengan kata lain eror pengukuran akibat kurang
reliabelnya prediktor dan kriterianya menghasilkan underestimasi terhadap
validitas tes sebagai prediktor.
Sebagai
contoh penggunaan formula koreksi terhadap efek atenuani, kita umpamakan suatu
tes yang memiliki reliabilitas rxx' = 0,85 di validasi dengan
menggunakan kriteria yang akan diprediksi yang memiliki reliabilitas ryy' =
0,70. ternyata koefisien validitas prediktifnya adalah 0,37. berapakah
koefisien validitas prediktif tersebut apabila dikoreksi?
rxy
rtxty = ────────
√ rxx' √ ryy'
|
memasukkan data diatas ke dalam formula koreksi akan
menghasilkan :
0,37
rtxty = ──────── rtxty = 0,479
√ 0,85 √0,70
|
yang merupakan peningkatan sebesar 0,109 angka. Inilah
koefisien validitas prediktif skor murni yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen. Prinsip validitas
adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif keandalan instrumen
dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan.
Secara umum macam-macam validitas terbagi atas 3,
yaitu:
- Validitas isi (content
validity)
- Validitas Konstruk (Construct
validity)
- Validitas empiris
Saran
Demikianlah
makalah ini kami buat, semoga apa yang telah disajikan akan memberikan ilmu dan
informasi. Selanjutnya demi kesempurnaan makalah ini kami memohon saran dan
kritik guna memperbaiki dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. (2004). Reabilitas
dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (1999). Dasar –
Dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
http://validitastes.blogspot.com/2012/11/resume-teori-validitas-tes.html. Tanggal
akses : 22 Desember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar