BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belajar didefinisikan
sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan
pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat
perubahan’suatu pengetahuan, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris,
2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus
pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang
terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk
menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita
memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar
Para psikologi pendidikan
memunculkan istilah teori belajar setelah mereka mengalami kesulitan ketika
akan menjelaskan proses belajar secara menyeluruh. Berawal dari kesulitan
tersebut munculah beberapa persepsi berbeda dari para psikolog, sehingga
menghasilkan dalil- dalil yang memiliki inti kalau teori belajar adalah alat
bantu yang sistematis dalam proses belajar.
Teori-teori belajar dikalangan
psikolog bersifat eksperimental, dimana teori yang mereka kemukakan hanyalah
berupa pendapat dari pengalaman mereka ketika dalam kegiatan belajar
berlangsung. Dari interaksi tersebut, para psikolog menyusun proposisi yang
mereka tekuni sehingga menghasilkan madzhab yangmereka ciptakan itu bisa
digunakan sebagai landasan pola pikir mereka.
B. Macam-Macam Teori Belajar
1. Teori
belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus- responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori
Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes
terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif
ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan
pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan
hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model
ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan
teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini,
masing- masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek
pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner
bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban
atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori
Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan
dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup
yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori
konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea
dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibatlangsung
dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu
mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara
langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
4. Teori Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik
(classical
conditioning) ini berkembang
berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), pada
dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru
dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.
Pavlov mengadakan
percobaan terhadap anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi
reaksi bersyarat pada anjing. Dari hasil percobaannya, sinyal (pertanda
memainkan peran yang sangat penting dalam akdaptasi hewan terhadap sekitarnya.
Teori Classical
conditioning yang ditemukan pavlov didasarkan pada tiga proses, yaitu: pertama,
penyamarataan (generalization) sebab respon dikondisikan dengan kehadiran
stimulus yang sama melalui keluarnya air liur; kedua, perbedaan (discimination)
untuk merespon apabila ada perangsang makanan kemulutnya; ketiga, pemadaman
(extinction) terjadi ketika stimulus disajikan berulang-ulang tanpa adanya
stimulus berupa makanan. Kesimpulan dari percobaan pavlov ialah apabila stimulus
yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi
(CS), cepat atau lambat akan
menimbulkan respon atau perubahan yang kita kehendaki dalam CR. Skinner
berpendapat bahwa percobaan Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang
berbeda, yakni: law of respondent conditioning atau hukum pembiasaan dan law of
respondent extinction atau pemusnahan yang dituntut.
5. Teori Belajar Koneksionisme
Prinsip teori Thorndike
adalah belajar asosiasi antara kesanpanca indra (sense impression) dengan
implus untuk bertindak (impulse to action). Asosiasi itulah yang menjadi lebih
kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan.
Oleh karena itulah, teory thorndike disebut Connectionism atau bond psychology.
Awal eksperimennya menggunakan kucing, ketika eksperimen awal ini berhasil maka
ia melanjutkan pada hewan lainnya. Kucing dibiarkan kelaparan, kemudian ia
dimasukkan kedalam kotak yang sudah dirancang khusus, sehingga jika kucing itu
mnyentuh tombol pintu maka pintu itu akan terbuka dan ia dapat keluar dan
mencapai daging yang dijadikan umpan diluar kandang. Pada usaha pertama ia
belum terbiasa memecahkan problemnya,
sampai kemudian berhasil menemukan tombol tersebut. Waktu yang dibutuhkan dalam
usaha pertama agak lama. Percobaan yang sam dilakukan secara berulang-ulang.
Dengan terlatihnya proses
belajar dari kesalahan (trial and error) , maka watu yang dibutuhkan untuk
memecahkan problem itu semakin singkat. Teori trial and error learning
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Adanya motif yang
mendorong akktivitas.
Adanya berbagai respon
terhadap situasi.
Adanya eliminasi
respon- respon yang gagal atau salah.
Adanya kemajuan
reaksi- reaksi dalam mencapai tujuan.
Menurut thorndike, dasar
proses belajar pada hewan maupun pada manusia adalah sama. Baik belajar pada
hewan maupun manusia, menggacu pada tiga hukum belajar pokok, yaitu:
Law of Readiness adalah reaksi terhadap stimulus yang
didukung kesiapan untuk bertindak dan reaksi itu menjadi memuaskan.
Law of Exercise ialah hubungan stimulus respon apabila dering
digunakan akan semakin kuat melalui repetitton atau pengulangan
Law of
Use: Hubungan stimulus
respon bertambah kuat jika ada latihan.
Law of Dis
use : Hubungan stimulus
respon bertambah lemah jika latihan dihentikan.
Law of Effect ialah
menunjukkan kepada makin kuat atau lemahnya hubungan sebagai akibat dari pada
hasil respon yang dilakukan.
6. Teori Gestalt
Menurut aliran ini jiwa
manusia adalah suatu keseluruhan ynag berstruktur. Suatu keseluruhn bukan terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang
telah terbentuk dan salin berinterelasi satu sama lain.
Teori psikologi gestalt sangat
berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar.
Beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
Tingkah laku terjadi berkat interaksi antar individu dan
lingkungannya.
2.
Individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya ganguan
terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
3. Belajar mengutamakan
aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematis.
4. Belajar menitikberatkan pada
situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya.
5. Belajar dimulai dari keseluruhan
dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan Teori Belajar
kognitif dapat kami simpulkan sebagai berikut :
Proses teori belajar
kognitif Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berikir yang sangat kompleks. Teori ini sangat berkaitan dengan teori
sibemetik.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahmud, PsikologiPendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2010,
hlm., 72
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara,
2009, hlm., 38-39
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010, hlm., 104
Bahrudin, Pedidikan dan Psikologi Perkembangan, Jogjakarta:
Ar-Ruzz media, 2010, hlm., 169
Bahrudin, Pedidikan dan Psikologi Perkembangan, Jogjakarta:
Ar-Ruzz media, 2010, hlm., 166-167
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi
Aksara, 2009, hlm., 41
KATA PENGANTAR
Kami
mengucapkan puji dan syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
rahmatNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Yang berjudul
“Teori Teori Belajar”.
Makalah ini didasari tugas yang
diberikan oleh Dosen Belajar dan Pembelajaran. Tujuan makalah ini adalah untuk
memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa-mahasiswi tentang Belajar dan
Pembelajaran, khususnya mengenai Teori Belajar . Kami sangat menyadari dalam
penyusunan makalah ini karena masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu
segala saran dan masukan demi perbaikan makalah ini kami harapkan kepada Bapak
Dosen untuk penyempurnaan makalah ini.
Terima kasih.
Banda Aceh, 05 November
2014
Penyusun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar